Kau Datang Membawa Cinta, Tapi Aku Datang Membawa Api
Hujan turun di atas makam Nyonya Li. Bukan hujan deras yang mengamuk, melainkan rintik lembut yang menyentuh nisan marmer seperti bisikan. Air mata langit menemani kesunyian abadi, sebuah pemandangan yang terlalu sering kulihat dalam beberapa bulan terakhir. Aku, Lin Wei, berdiri di antara dunia hidup dan dunia arwah, terikat pada kedua alam tanpa benar-benar memiliki keduanya.
Dulu, aku adalah seorang pianis, jari-jariku menari di atas tuts, menciptakan melodi yang menghidupkan jiwa. Sekarang, aku hanyalah bayangan, dengungan rendah di sudut ruangan, aroma lavender yang tiba-tiba hadir tanpa sebab. Kematian merenggutku terlalu cepat, sebelum sempat kuucapkan kata-kata yang mengganjal di tenggorokan. Kebenaran itu, bagai batu besar, menenggelamkanku bahkan setelah ragaku hancur.
Dia datang, membawa seikat lily putih dan kesedihan yang nyata di matanya. Zhao Yi. Lelaki itu, dengan senyum yang mampu meluluhkan es, adalah cinta terakhirku. Tapi aku pergi, tanpa sempat menjelaskan… segalanya.
Zhao Yi meletakkan lily di atas makam. "Wei," bisiknya, suaranya pecah. "Aku merindukanmu."
Setiap kata yang diucapkannya bagai jarum yang menusuk kalbuku. Aku ingin menyentuhnya, memeluknya, mengatakan betapa aku mencintainya. Tapi tanganku hanya bisa menembus tubuhnya, membuktikan betapa tipisnya batas antara kami.
Aku di sini bukan untuk balas dendam, meski awalnya aku berpikir demikian. Ada amarah yang membakar, rasa dikhianati yang menghantuiku. Aku ingin mengungkap kebenaran di balik kematianku, membongkar konspirasi yang merenggut nyawaku.
Tapi seiring waktu, aku menyadari bahwa dendam tak membawa kedamaian. Yang kuinginkan hanyalah agar Zhao Yi tahu kebenaran. Bahwa aku tidak bersalah. Bahwa aku mencintainya lebih dari apapun.
Aku mengikutinya ke rumah kami, rumah yang sekarang terasa asing dan kosong. Bayangan masa lalu berputar-putar di sekelilingku: tawa kami, ciuman pertama, malam-malam yang diisi dengan musik dan cinta. Semua itu terasa begitu jauh, begitu mustahil untuk diraih kembali.
Suatu malam, saat Zhao Yi tertidur di sofa dengan foto diriku di tangannya, aku memberanikan diri. Aku memfokuskan seluruh energiku, mencoba mempengaruhi mimpinya. Aku menunjukkan padanya ingatan terakhirku, saat-saat sebelum aku… pergi.
Dia terbangun dengan keringat dingin di dahinya. Matanya membulat, seolah baru saja melihat hantu. Mungkin memang begitu.
Kemudian, dia mulai bertindak. Mencari petunjuk, menggali informasi, mempertanyakan orang-orang yang dulu dekat denganku. Seperti potongan puzzle yang berjatuhan, kebenaran mulai terungkap. Itu bukan kecelakaan. Aku dibunuh.
Dan dalangnya… seseorang yang sangat dekat dengan kami.
Zhao Yi akhirnya mengetahui kebenaran tentang Nyonya Li. Dia bukan ibu yang baik. Dia adalah wanita serakah dan manipulatif. Dia menggunakan ku untuk mendapatkan posisi dan uang. Ketika aku menolak untuk bekerja sama, dia menyingkirkanku.
Saat Zhao Yi menemukan bukti terakhir, air mataku menetes. Bukan air mata kesedihan, melainkan air mata lega. Kebenaran akhirnya terungkap. Misiku selesai.
Aku melihat Zhao Yi berdiri di depan makamku, tatapannya kosong. Dia sudah tahu segalanya. Aku tidak perlu lagi bergentayangan di antara dunia. Aku bisa pergi dengan tenang.
Aku mendekat, merasakan kehadirannya, sentuhan yang tak bisa dirasakannya. Aku membisikkan kata-kata terakhirku, meskipun aku tahu dia tak akan mendengarnya.
"Terima kasih, Zhao Yi. Kau telah memberiku... kedamaian."
Lalu, aku merasakan tarikan yang kuat, membawa diriku menjauh dari dunia ini. Aku menoleh sekali lagi, melihat Zhao Yi yang berdiri di bawah hujan, wajahnya dipenuhi kesedihan.
Dan untuk terakhir kalinya, aku tersenyum...
You Might Also Like: Reseller Kosmetik Bisnis Sampingan