Drama Abiss! Air Mata Yang Menjadi Racun Di Piala



Air Mata yang Menjadi Racun di Piala

Malam itu pekat. Dinginnya menusuk tulang, seolah musim dingin abadi telah mencengkeram daratan. Salju turun tanpa henti, menutupi halaman istana dengan lapisan putih bersih yang ternoda oleh setetes darah. Merah menyala di atas putih pucat. DARAH Jiwa yang meringkuk di balik tirai sutra merah, menahan napas yang bergetar.

Aroma dupa melati memenuhi ruangan, bercampur dengan bau anyir yang tak terhindarkan. Di altar batu, dua sosok berdiri berhadapan. Pangeran Li Wei, dengan wajah sekeras batu giok, dan Mei Lan, wanita yang dicintainya, sekaligus dibencinya.

"Mei Lan," suara Li Wei bagai pecahan es. "Katakan padaku, benarkah?"

Mata Mei Lan, sekelam malam tanpa bintang, menatap Li Wei tanpa gentar. Di sana, berkilauan air mata. Bukan air mata penyesalan, melainkan air mata KEPAHITAN. Air mata yang sudah bertahun-tahun ia pendam. "Benar, Li Wei. Semua yang kau dengar… benar adanya."

Rahasia itu, seperti ular berbisa, telah melilit hati mereka selama bertahun-tahun. Rahasia tentang pengkhianatan, pembantaian, dan dendam yang diwariskan dari generasi ke generasi. Keluarga Mei Lan dihancurkan oleh ayah Li Wei. Mei Lan sendiri, seorang yatim piatu yang diadopsi oleh istana, tumbuh besar di bawah bayang-bayang pembunuh keluarganya.

Cinta mereka tumbuh di atas abu kebencian. Sebuah cinta yang dipenuhi keraguan, kecurigaan, dan ketakutan. Setiap ciuman terasa bagai pisau yang berputar di antara tulang rusuk. Setiap pelukan bagai jeratan yang semakin mengencang.

"Janji… janji yang kau ucapkan di atas abu makam keluargaku… semuanya bohong?" Li Wei mencengkeram bahu Mei Lan, matanya memerah.

Mei Lan terisak. Air matanya jatuh di antara asap dupa, menguap tanpa jejak. "Janji adalah abu, Li Wei. Dan abu tak bisa menghidupkan kembali yang mati."

Malam itu, di altar batu yang dingin, kebenaran terungkap. Mei Lan tidak mencintai Li Wei. Ia hanya memanfaatkan cintanya untuk membalas dendam. Ia meracuni anggur yang akan diminum Li Wei pada upacara pernikahan mereka. Racun yang dibuat dari sari bunga terlarang dan… air matanya sendiri.

Li Wei tertawa hambar. "Racun? Kau pikir aku tidak tahu?" Ia mengangkat piala anggur yang sudah dipegangnya. "Aku sudah lama menunggumu, Mei Lan. Aku tahu kau akan melakukan ini. Karena itulah, aku sudah menyiapkan balasan untukmu."

Li Wei meneguk anggur beracun itu hingga tandas. Lalu, ia meraih belati perak yang terselip di pinggangnya. Dengan gerakan cepat dan mematikan, ia menusuk jantung Mei Lan.

Darah menyembur. Merah pekat di atas gaun pengantin putih Mei Lan. Mata Mei Lan membulat. Di sana, bukan kemarahan yang terlihat, melainkan… KELEGAAN.

Li Wei roboh di samping tubuh Mei Lan. Racun itu bekerja dengan cepat. Nafasnya tersengal-sengal. Sebelum menghembuskan napas terakhir, ia berbisik di telinga Mei Lan, "Aku tahu kau merindukan mereka."

Li Wei mati di samping Mei Lan. Mati karena cinta, mati karena dendam. Mati karena BALAS DENDAM yang terlalu lama menunggu.

Di altar batu yang berlumuran darah, dua jiwa yang terikat oleh cinta dan kebencian akhirnya menemukan kedamaian abadi. Namun, di balik tirai sutra merah, seorang wanita tua tersenyum dingin. Ia adalah dayang yang setia pada keluarga Mei Lan. Ia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun. Ia telah menanamkan benih kebencian di hati Mei Lan, membimbingnya menuju kehancuran.

Wanita tua itu berbisik, "Permainan baru saja dimulai."

You Might Also Like: Obtenga Su Cita En Wells Fargo Ahora

Post a Comment

Previous Post Next Post