Absurd tapi Seru: Selir Rendahan Yang Tak Diingat Siapa Pun, Tapi Mati Di Pelukan Kaisar



Selir Rendahan yang Tak Diingat Siapa Pun, Tapi Mati di Pelukan Kaisar

Lentera-lentera temaram menari di permukaan Danau Bulan, memantulkan cahaya KEBIRUAN ke langit malam. Di dunia roh, gema tawa peri air bercampur dengan bisikan angin, membawa serta serpihan ingatan yang hilang. Di istana megah dunia manusia, HUJAN air mata seorang selir yang tak bernama jatuh di atas sutra merah, perlahan memudar, dilupakan.

Dialah Mei Hua, selir rendahan yang kehadirannya nyaris tak kasat mata. Di istana yang penuh intrik, ia hanyalah bayangan. Namun, di Danau Bulan, ia merasakan tarikan aneh, seolah jiwanya memiliki kenangan lain, sebuah HIDUP yang tak ia ketahui.

Suatu malam, di tengah pesta yang gegap gempita, Mei Hua mendapati dirinya berdiri di bawah pohon sakura yang mekar sempurna. Bayangan pohon itu memanjang, menyentuhnya. Tiba-tiba, bayangan itu BERBICARA, bukan dengan suara, melainkan dengan bisikan yang menggema di benaknya.

"Kematian bukanlah akhir, Mei Hua. Ia adalah awal dari takdir yang telah lama dinantikan."

Beberapa hari kemudian, Kaisar Li Wei, penguasa dunia manusia yang dingin dan kejam, tiba-tiba memanggil Mei Hua ke peraduannya. Malam itu, di bawah tatapan bulan yang seolah mengingat namanya, Mei Hua menghembuskan napas terakhirnya di pelukan Kaisar. Kematiannya, yang seharusnya tidak berarti apa-apa, justru membuka gerbang antara dunia manusia dan dunia roh.

Di dunia roh, Mei Hua terbangun. Ia bukan lagi selir rendahan, melainkan SEORANG roh kuno, penjaga keseimbangan antara dua dunia. Ia menemukan bahwa kematiannya di dunia manusia adalah bagian dari ramalan besar. Kematiannya adalah kunci.

Danau Bulan menjadi cermin yang memantulkan masa lalunya. Ia melihat Kaisar Li Wei, bukan sebagai penguasa yang kejam, melainkan sebagai PRAJURIT yang berjuang melawan kekuatan jahat yang mengancam kedua dunia. Mei Hua juga melihat seorang wanita lain, seorang DEWI yang mengendalikan takdir, memanipulasi setiap kejadian untuk mencapai tujuannya sendiri.

Dewi itu, yang selama ini ia kira sebagai penolong, ternyata adalah MUSUH sebenarnya. Dialah yang menciptakan ramalan palsu, dialah yang membuat Mei Hua mati di pelukan Kaisar, dan dialah yang berusaha menghancurkan keseimbangan dunia.

Mei Hua menyadari bahwa cintanya pada Kaisar Li Wei bukanlah kebetulan. Itu adalah benang takdir yang ditenun dengan cermat, bukan oleh dewi, melainkan oleh TAKTIR itu sendiri. Kaisar, meskipun tampak dingin dan kejam, sebenarnya mencintainya dengan tulus, dan kematian Mei Hua adalah pukulan telak baginya.

Akhirnya, di tengah pertarungan sengit antara cahaya dan kegelapan, Mei Hua berhasil mengalahkan sang dewi. Ia memulihkan keseimbangan antara dunia manusia dan dunia roh, dan membebaskan Kaisar Li Wei dari pengaruh jahat.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Mei Hua harus memilih: kembali ke dunia manusia dan menjadi selir rendahan, atau tetap di dunia roh dan menjadi penjaga selamanya.

Saat dia menatap Danau Bulan, ia mendengar bisikan samar, "Karena dalam setiap kematian, benih cinta abadi tumbuh…"

You Might Also Like: 16 Demeter Pistachio Ice Cream Perfume

Post a Comment

Previous Post Next Post